Cegah Stunting Bersama Dokter Keluarga

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta- Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2007 oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan menunjukkan bahwa stunting pada balita di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) sebesar 26,1 persen. Angka ini menunjukkan bahwa balita di provinsi Kepri masih belum terbebas dari permasalahan gizi. 

Sejak tahun 2011, Provinsi Kepri merasakan pengaruh stunting sebagai masalah nasional terhadap kesehatan dan produktivitas bangsa. Pemerintah daerah setempat menetapkan pencegahan stunting sebagai program prioritas. “Gubernur, bupati, dan walikota bekerja sama dalam rangka mengentaskan kemiskinan, salah satu programnya adalah menurunkan stunting. Gubernur dan bupati sepakat melalui suatu MoU untuk menurunkan stunting,” papar Kepala Dinas Kesehatan Kepri Tjejep Yudiana dalam dalam presentasi dan wawancara Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik tahun 2019 di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB). 

Intervensi yang dilakukan Pemprov Kepri antara lain mengangkat dokter keluarga. Tugasnya adalah melakukan pemeriksaan dari rumah ke rumah untuk melakukan pengukuran gizi buruk dan stunting. Haslinya, pada tahun 2018 angka gizi buruk di Provinsi Kepri menduduki peringkat terendah di tingkat nasional. Persentase gizi buruk di Provinsi Kepri 13 persen, sementara tingkat nasional masih 17 persen berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS). 

Secara umum, tugas dokter keluarga dan dokter umum memang berbeda. Pendekatan yang dilakukan dokter keluarga adalah memastikan pasien yang sehat untuk tetap sehat. Sementara dokter umum hanya menunggu kunjungan pasien. Dengan pendekatan ‘jemput bola’ dari dokter keluarga, penyakit yang masih memasuki stadium dini bisa dideteksi dan ditangani secepatnya. Dokter kesulitan menyembuhkan penyakit apabila pasien yang datang ke unit kesehatan sudah mengidap penyakit stadium lanjut. 

Kondisi geografis dan fasilitas yang belum memadai di Kepulauan Riau menjadi kendala utama dalam penerapan inovasi dokter keluarga. Para dokter harus berpindah dari satu pulau ke pulau lain menaiki perahu di wilayah yang terdiri dari dua persen daratan dan 98 persen laut demi memberikan pelayanan kepada masyarakat. Upaya mereka terbayarkan karena mampu mengunjungi 52 persen dari 500.000 rumah serta megantarkan Provinsi Kepri menduduki peringkat kelima indeks keluarga sehat terbaik di Indonesia. “Kita berada di bawah DKI, Bali, Jogja, dan Aceh. Ini suatu hal yang luar biasa ketika kita melihat geografis Kepri yang sulit namun kita mendapat indeks keluarga sehat sedemikian rupa,” ungkapnya. 

Program ini selain menyehatkan turut serta menyejahterakan rakyat karena setiap masyarakat yang mengidap penyakit langsung terdeteksi dan diintervensi sehingga menekan biaya pengobatan sekaligus menciptakan pelayanan yang efisien. “Selama ini kami ingin mengabdi, menyentuh rakyat dengan adanya kesempatan ini. Tentu masih banyak inovasi bermanfaat dari kami yang positif untuk provinsi lain,” tegas Tjejep. (p/ab)